:::TERIMA KASIH ATAS KUNJUNGAN ANDA, BERIKAN KOMENTAR, SARAN DAN PENILAIAN ANDA AGAR KAMI DAPAT MEMBERIKAN YANG TERBAIK UNTUK ANDA:::

Kamis, 09 Februari 2012

Definisi Pantai


Pengertian Pantai

Pantai dalam istilah bahasa inggris bisa berarti coast, beach dan sejenisnya. Batas atau lebar pantai secara eksak sulit untuk didefinisikan, apakah lebar pantai 100 m, 200m dan sebagainya.


Daerah pantai umum nya dipelajari di Coastal ( Engineering, Management ) yaitu daerah daratan yang dekat dengan laut. sedangakan hidrografi pada umum nya mempelajari perairan yang lebih masuk kelaut dibanding coastal. untuk memberikan gambaran ilmu lain yang bersinggungan dengan hidrografi disamping coastal adalah oceanografi. oceanografi mempunyai daerah study lebih jauh lagi dari daratan dibanding kan dengan hidrografi.

pengertian pantai dan hal - hal lain yang berkaitan dengan pantai adalah sebagai berikut ( Pratikto, 1997 ) :
  • pantai adalah daerah ditepi perairan ( laut dan danau ) sebatas antara surut terendah dan pasang tertinggi.
  • daerah pantai didefinisikan sebagai suatu pesisir beserta perairan dimana pada daerah tersebut masih dipengaruhi baik oleh aktifitas darat maupun laut
  • pesisir adalah daerah tepi laut yang masih dipengaruhi oleh aktivitas laut.
  • perairan pantai adalah daerah perairan yang masih terpengaruh olek aktifitas daratan.
  • sampedan pantai adalah daerah sepanjang pantai yang diperuntukan bagi pengamanan dan pelestarian pantai

daerah pantai

Menurut Phillips, 1970 daerah pantai adalah :
  • beach adalah daerah (zona ) dari material yang tidak kuat ( unconsolidates ) yang meluas kearah daerah dari garis air rendah ketempat yang ada perubahan tanda dalam bentuk gambaran alam dimulai dari karang atau gundukan ( Dunes )
  • coast adalah strip tanah yang lebarnya tidak terdefinisi yang meluas dari daratan ke perubahan besar pertama " terrain "
  • coastal area adalah daerah daratan dan laut berbatasab denga shoreline
  • foreshore adalah daerah antara air tinggi dan air rendah
  • offshore adalah daerah yang rata, lebar dan meluas dari daerah pemecah gelombang ( break zone ) kearah tepi laut dari bagian benua atau daratan terkaitdengan istilah beach.

Tragedi Tampomas II yang Tenggelam diperairan Masalembu




"KM Tampomas II terbakar dan karam di laut, pada 27 Januari 1981, merenggut ratusan nyawa penumpangnya. Tak ada pejabat terkait yang bertanggungjawab. Padahal kapal tua itu dibeli dengan harga dua kali lipat harga kapal baru".

Kecelakaan pelayaran nasional yang cukup tragis di Indonesia adalah tenggelamnya kapal motor penumpang (KMP) Tampomas II di sekitar Kepulauan Masalembo (114° 25′60″BT—5° 30′0″LS) Laut Jawa, masuk wilayah administratif provinsi Jawa Timur.
Tampomas II berlayar dari Jakarta menuju Sulawesi dengan membawa puluhan kendaraan roda empat, sepeda motor dan 1.054 penumpang terdaftar serta 82 kru kapal. Perkiraan mengatakan total manusia di kapal tersebut adalah 1.442 orang (perkiraan tambahan penumpang gelap). Dalam kondisi badai laut di malam hari, tanggal 26 Januari beberapa bagian mesin mengalami kebocoran bahan bakar, diduga percikan api timbul dari puntung rokok yang melalui kipas ventilasi menjadi penyebab kebakaran.
Para kru, kendati melihat, namun gagal memadamkannya dengan tabung pemadam kebakaran portable. Api menjalar ke dek lain yang berisi muatan yang mudah terbakar, asap menjalar melalui jalur ventilasi dan tidak berhasil ditutup. Api semakin membesar di kompartemen mesin karena pintu dek terbuka. Selama dua jam, tenaga utama mati, generator darurat pun gagal, dan usaha memadamkan api gagal sama sekali.
Tiga puluh menit setelah api muncul, dan menjalar kemana-mana, para penumpang diperintahkan untuk segera menaiki sekoci. Perintah evakuasi ini sebenarnya sangat terlambat. Sebab, akses menuju sekoci hanya satu. Sebagian penumpang memilih terjun bebas ke laut untuk menghindari kobaran api. Sebagian lagi menunggu di dek dan panik menunggu pertolongan selanjutnya.
Laut Jawa, pada 26 Januari itu, ditengah terpaan hujan deras, kebakaran di kapal itu makin menggila. Api kini menjalar ke ruang mesin, di mana terdapat ruang bahan bakar yang tidak terisolasi. Dini hari, 27 Januari, terjadi ledakan dan membuat air laut masuk ke ruang mesin. Ruang propeler dan ruang generator terisi air laut, membuat kapal tiba-tiba miring 45° dan tenggelam, terhitung 30 jam sejak percikan api pertama menjalar.
Sampai tanggal 29 Januari, tim SAR gagal melakukan pencarian karena kondisi laut yang masih diterpa badai. Lima hari kemudian 80 orang yang selamat dalam sekoci ditemukan 150 kilometer dari lokasi kejadian karamnya Tampomas II.
Estimasi tim menyebutkan 431 tewas—143 ditemukan mayatnya dan 288 hilang atau karam bersama kapal—dan 753 berhasil diselamatkan. Sumber lain menyebutkan 666 orang tewas.
Kapal yang dinakhodai oleh Kapten Rifai ini merupakan kapal bekas yang dibeli dari Belanda. Isu yang beredar adalah, kapal motor kelas Screw Steamer, bernomor lambung  6073, dibangun tahun 1956, berukuran 6.140GRT, yang sudah berumur lebih dari 25 tahun, itu dibeli dari Jepang, lalu dimodifikasi tahun 1971. Hasil investigasi, jelas menyebutkan bahwa kapal tersebut adalah kapal bekas yang dipoles dan dijual dengan harga dua kali lipat kapal baru.
Aroma korupsi dalam pembelian kapal itu santer tercium. Namun tidak ada yang dapat berbuat apa-apa ketika itu. Era Orde Baru yang menerapkan sistem presidensil yang keras, membuat semua bukti tidak dapat diperoleh, dan pihak-pihak terkait saling lempar tanggung jawab. Aksi cuci tangan besar-besaran pemerintah ketika itu, sangat melukai perasaan banyak orang, terlebih keluarga para korban.
Tak adanya pejabat kompeten yang mau bertanggungjawab, membuat tudingan diarahkan kepada awak kapal. Kecelakaan itu murni kesalahan mereka, balas pemerintah. Aksi peng-kambinghitaman awak kapal itu ditutupi dengan rapi oleh Kejaksaan Agung, melalui sebuah badan penyidik yang diketuai oleh Bob Rusli Efendi Nasution. Sebagai kepala tim penuntutan perkara, Bob Rusli EN tak kunjung menuntut satu pun pejabat yang diduga terlibat pembelian mark-up itu. Salah satunya, J.E. Habibie, yang ketika itu menjabat sebagai Sekretaris Ditjen Perla.
Skandal ini kemudian ditutup-tutupi oleh pemerintahan Presiden Soeharto, kendati banyak tuntutan pengusutan dari sebagian anggota parlemen. Dalam suatu acara dengar pendapat yang diadakan DPR-RI perihal kasus ini, Menteri Perhubungan menolak mentah-mentah permintaan para wakil rakyat untuk menunjukkan laporan Bank Dunia yang merinci pembelian kapal bekas senilai US$ 8,5juta itu.
Bahkan, makelar pembelian kapal—Tampomas II—Gregorius Hendra yang mengatur kontrak pembelian antara Jepang dan Pemerintah Indonesia, itu pun lepas dari tuntutan Kejaksaan Agung.
Sekadar menutup aib peristiwa naas Tampomas II, setelah peristiwa itu, PT Pelni kemudian melakukan peremajaan kapal-kapalnya. Kapal-kapal yang lebih besar dibeli dan didatangkan dari Jerman. Sebagian memang bukan kapal baru, alias bekas, namun masih sangat layak pakai.
Kecuali KM Rinjani yang kini memperkuat armada logistik TNI Angkatan Laut, melalui program hibah pemerintah, puluhan kapal dalam berbagai ukuran kian memperamai jalur transportasi laut. KM Kambuna, KM Kerinci, KM Umsini, KM Tidar, dan KM Tilong Kabila, serta masih banyak lagi lainnya, adalah sederet kapal penumpang yang merajai dan mendulang milyaran rupiah sebelum memasuki era tiket murah pesawat udara, di awal tahun 2000.